Apa itu Cyberlaw?
Cyberlaw adalah hukum
yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan
Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak
negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan
komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Contoh permasalahan yang
berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu antara lain:
- Seorang penjahat komputer (cracker) yang berkebangsaan
Indonesia, berada di Australia, mengobrak-abrik server di Amerika, yang
ditempati (hosting) sebuah perusahaan Inggris. Hukum mana yang akan
dipakai untuk mengadili kejahatan cracker tersebut? Contoh kasus yang
mungkin berhubungan adalah adanya hacker Indonesia yang tertangkap di
Singapura karena melakukan cracking terhadap sebuah server perusahaan di
Singapura. Dia diadili dengan hukum Singapura karena kebetulan semuanya
berada di Singapura.
- Nama domain (.com, .net, .org, .id, .sg, dan
seterusnya) pada mulanya tidak memiliki nilai apa-apa. Akan tetapi pada
perkembangan Internet, nama domain adalah identitas dari perusahaan.
Bahkan karena dominannya perusahaan Internet yang menggunakan domain
".com" sehingga perusahaan-perusahaan tersebut sering disebut
perusahaan "dotcom". Pemilihan nama domain sering berbernturan
dengan trademark, nama orang terkenal, dan seterusnya. Contoh kasus adalah
pendaftaran domain JuliaRoberts.com oleh orang yagn bukan Julia Roberts.
(Akhirnya pengadilan memutuskan Julia Roberts yang betulan yang menang.)
Adanya perdagangan global, WTO, WIPO, dan lain lain membuat permasalahan
menjadi semakin keruh. Trademark menjadi global.
- Pajak (tax) juga merupakan salah satu masalah yang
cukup pelik. Dalam transaksi yang dilakukan oleh multi nasional, pajak
mana yang akan digunakan? Seperti contoh di atas, server berada di
Amerika, dimiliki oleh orang Belanda, dan pembeli dari Rusia. Bagaimana
dengan pajaknya? Apakah perlu dipajak? Ada usulan dari pemerintah Amerika
Serikat dimana pajak untuk produk yang dikirimkan (delivery) melalui
saluran Internet tidak perlu dikenakan pajak. Produk-produk ini biasanya
dikenal dengan istilah "digitalized products", yaitu produk yang
dapat di-digital-kan, seperti musik, film, software, dan buku. Barang yang
secara fisik dikirimkan secara konvensional dan melalui pabean, diusulkan
tetap dikenakan pajak.
- Bagaimana status hukum dari uang digital seperti
cybercash? Siapa yang boleh menerbitkan uang digital ini?
Perkembangan teknologi
komunikasi dan komputer sudah demikian pesatnya sehingga mengubah pola dan
dasar bisnis. Untuk itu cyberlaw ini sebaiknya dibahas oleh orang-orang dari
berbagai latar belakang (akademisi, pakar TekInfo, teknis, hukum, bisinis, dan
pemerintah).
Perlukah Cyberlaw
Hukum konvensional
digunakan untuk mengatur citizen. Semenatra itu cyberlaw digunakan untuk
mengatur netizen. Perbedaan antara citizen dan netizen ini menyebabkan cyberlaw
harus ditinjau dari sudut pandang yang berbeda.
Mengingat jumlah
pengguna Internet di Indonesia yang masih kecil, apakah memang cyberlaw sudah
dibutuhkan di Indonesia?
Digital Signature
Dalam perniagaan, tanda
tangan digunakan untuk menyatakan sebuah transaksi. Kalau di Indonesia, tanda
tangan ini biasanya disertai dengan meterai. Nah, bagaimana dengan transaksi
yang dilakukan secara elektronik? Digital signature merupakan pengganti dari
tanda tangan yang biasa.
Perlu dicatatat bahwa
digital signature tidak sama dengan mengambil image dari tanda tangan kita yang
biasa kemudian mengkonversikannya menjadi "scanned image". Kalau yang
ini namanya "digitalized signature".
Digital signature
berbasis kepada teknology kriptografi (cryptography). Keamanan dari digital
signature sudah dapat dijamin. Bahkan keamanannya lebih tinggi dari tanda
tangan biasa. Justru disini banyak orang yang tidak mau terima mekanisme
elektronik karena menghilangkan peluang untuk kongkalikong.
Dapatkah dunia Cyber diatur?
Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber tidak dapat
diatur. Hal ini cukupmenganehkan karena kata “cyber” ini berasal dari kata
“cybernetics” dimana tujuannya adalah mengendalikan sesuatu (misalnya robot) dari jarak jauh. Jadi
tujuan utamanya adalah kendali total. Perfect control. Maka akan aneh jika dikatakan cyber
tidak dapat diatur. Ada beberapa sumber bacaan filosofis dan hukum yang dapat
menjelaskan hal ini dengan lebih detail, seperti misalnya buku dari Lawrence Lessig (yang
berjudul “Code and Other Laws of Cyberspace”). Buku Lessig ini pada intinya menunjukkan
beberapa cara untuk mengatur atau mengendalikan dunia cyber melalui commerce. Jika kita tidak
dapat mengendalikan indiviual, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
memberikan insentif kepada bisnis sehingga akhirnya orang-orang menerima peraturan dengan
lebih mudah. Sebagai contoh, jika pemerintah memaksakan semua orang harus memiliki digital identity
(digital ID), maka akan banyak yang protes karena merasa tidak perlu dan curiga
kepada pemerintah. Akan tetapi jika pemerintah memberikan insentif kepada bank yang menerapkan
penggunaan digital ID pada nasabahnya (misalnya nasabah yang memiliki digital ID tidak
dikenakan biaya untuk transaksi yang dilakukannya) maka lama kelamaan sebagian besar orang
akan memiliki digital ID tanpa harus dipaksakan. Sama halnya dengan kepemilikan Surat Ijin
Mengemudi (SIM). Tidak semua orang memiliki SIM, namun orang yang memiliki SIM memiliki
banyak keuntungan. Selain merupakan syarat untuk mengemudi, SIM juga dapat digunakan
sebagai identitas (untuk mengambil uang, wesel, dan sebagainya). Jadi banyak orang
yang mengambil SIM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar